Minggu, 20 November 2016

Belajar Fraud, Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

Dalam tulisan kali ini, saya akan menulis sedikit tentang fraud, akuntansi forensik dan audit investigatif, khususnya di sektor publik. 
Kenapa? Karena, di Indonesia fraud yang terjadi mostly berada di sektor publik, sebaliknya fraud di negara maju lebih banyak berada pada sektor privat.

Mungkin saya tidak akan menulis dengan detail dan mendalam hehehe.. sebenarnya saya ingin menulis yang ringan-ringan, tapi semoga saja ini bermanfaat..

Sektor publik adalah bagian dari sistem ekonomi yang dikontrol oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah. Dalam teori trias politica, konsep pemerintahan terbagi atas eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Semuanya dibiayai oleh APBN yang berasal dari uang rakyat. Coba bayangkan jika ketiga fungsi ini menyalahgunakan wewenangnya..

Fraud

Fraud merupakan perbuatan dengan sengaja menipu atau memberi kesan yang salah. Fraud biasanya dilakukan untuk memperoleh keuntungan yang tidak legal atau melawan hukum.

Donald R. Cressey, seorang ahli pidana, sosiolog, dan ahili kriminal, menyatakan ada tiga faktor yang mendorong terjadinya fraud, yaitu pressure, opportunity, dan rationalization (Fraud Triangle).

Pressure merupakan faktor utama terjadinya fraud, yaitu berhubungan dengan motivasi seseorang untuk melakukan fraud, biasanya faktor money oriented.
Opportunity salah satu faktor penyebab fraud yang terjadi akibat lemahnya sistem dan kontrol sebuah institusi. Akuntansi dapat memperbaiki atau mengendalikan faktor ini agar tidak terjadi.
Rationalization merupakan pembenaran seseorang bahwa tindakan yang dilakukannya itu bukanlah fraud. Misalnya, berbohong demi kebaikan atau jika sudah terbiasa berbohong dan tidak mendapatkan akibatnya, seseorang cenderung akan berbohong terus-menerus tanpa disadari atau tidak.

Kemudian, teori Fraud Triangle berkembang menjadi Fraud Diamond (Segi Empat) dan Fraud Pentagon (Segi Lima).
Fraud Diamond tidak berbeda jauh dengan Fraud Triangle, hanya terdapat penambahan berupa faktor capabillity. Capabillity atau kedudukan/jabatan cenderung menyebabkan seseorang melakukan penyalahgunaan wewenang.
Sedangkan, Fraud Pentagon menambahkan faktor arrogance atau keserakahan dalam diri seseorang, sehingga melakukan fraud.

Lalu, jenis fraud apa saja yang sering terjadi?

Menurut ACFE, Report to the Nation 2016, secara frekuensi maka fraud yang sering terjadi, yaitu:

Asset Misappropriation, yaitu menyalahgunakan aset sebuah institusi/lembaga. Biasanya seseorang menggunakan atau memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi.

Corruption, wah.. saya males menjelaskannya, sepertinya pembaca sudah banyak yang mengetahuinya kan? Apalagi masalah korupsi berjamaah di negeri ini Hehehe..

Financial Statement Fraud, merupakan manipulasi laporan keuangan agar terlihat lebih baik. Financial Statement Fraud ini frekuensi terjadinya paling kecil, tetapi kerugiannya paling besar. Karena, terdapat median loss, yaitu selisih antara harga saham naik (sebelum fraud diketahui) dan harga saham turun (setelah fraud diketahui).

Nah, untuk mendeteksi fraud, maka dibutuhkanlah akuntansi forensik dan audit investigatif..

Akuntansi Forensik

Akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin akuntansi (termasuk audit) dalam arti luas, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fraud merupakan salah satu perbuatan yang melawan hukum.
Akuntansi forensik merupakan akuntansi yang paling tepat/akurat dan kedudukannya paling kuat di hadapan hukum.

Pemeriksaan Investigatif

Pemeriksaan investigatif merupakan salah satu pemeriksaan untuk memberikan rekomendasi dan mengungkap terjadinya fraud. Pemeriksaan investigatif ini membutuhkan keahlian khusus dan pengalaman pemeriksaan, karena menyangkut nasib seseorang atau orang banyak. Seharusnya, resiko audit dari pemeriksaan investigatif ini harus 0.

Secara teknis dasar, overview proses pemeriksaan investigatif dimulai dengan mengidentifikasi redflags sebuah kasus berdasarkan 5W+2H. Jika memadai, maka dilanjutkan dengan penyusunan hipotesa, lalu membuat audit program untuk membuktikan kebenaran hipotesa, misalnya wawancara. Inspeksi, observasi, dll.

Kuncinya: follow the money.. ikuti aliran uang itu berasal dan kemana.

80% korupsi di Indonesia itu berasal dari procurement atau pengadaan barang. Misalnya, mark up harga atau mengadakan pembelanjaan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Anggaran di rancang oleh eksekutif dan di ketuk palu oleh legislatif. Maka, tidak heran jika mengikuti aliran dana berasal, banyak eksekutif dan legislatif yang pada akhirnya terlibat. 
Maka lahirlah yang disebut korupsi berjamaah yang berawal dari kolusi.
Walaupun sekarang sudah era e-procurement, tetapi fraud itu hal salah yang telah direncanakan dari awal. Jadi, pasti saja terdapat celah yang dapat dilakukan. Terlebih jika dilakukan secara berjamaah.

Ini bukan ilmu tentang suudzon, tapi memang seperti itu lah keadaannya.. hehehe..

Sebelum melanjutkan pembahasan.. untuk membicarakan fraud, akuntansi forensik, dan audit investigatif maka tidak cukup dibahas dalam tulisan seperti ini.. dan sepertinya saya pun mulai lelah dan mengantuk menulisnya.. hehehe

Fraud di Indonesia

Membicarakan fraud di Indonesia tidak dapat terlepas dari korupsi, karena korupsi bagian dari fraud. Membahas korupsi di negeri ini mungkin akan menghabiskan banyak waktu. Korupsi di negeri ini telah menjadi sesuatu yang mengakar karena dilakukan secara berjamaah.

Fenomena korupsi ini seperti fenomena gunung es, yang terlihat tidak sebanyak yang tidak terlihat. Karena, fraud itu bersifat tersembunyi.
Sehingga, salah satu cara yang paling efektif untuk mengungkap fraud adalah whistleblowing system (pengaduan).

Sebenarnya, jika ditelaah secara mendalam maka akan terdapat ribuan sebab dan ribuan akibat dari korupsi.

Misalnya secara sederhana, korupsi terjadi akibat adanya niat oleh pelaku bersamaan dengan kesempatan yang ada. Kesempatan tersebut muncul karena lemahnya sistem dan lemahnya pengendalian. Kenapa sistem dan pengendalian lemah? Karena sumber daya manusianya yang tidak berkompeten. Lalu, dari mana asal sumber daya yang tidak berkompeten itu? Tentu saja dari pelajar dan mahasiswa yang tidak bersekolah atau kuliah dengan serius dan benar. Terbiasa menyontek, membolos atau titip absen, belajar sistem kebut semalam, dll. Hal-hal tersebut akan menghasilkan sumber daya yang tidak berkompeten ketika telah lulus.

Jadi, secara langsung atau pun tidak langsung, kita telah berkontribusi terhadap korupsi yang mengakar di negeri ini.

Jika itu semua terjadi terus-menerus dan tidak ada perubahan, maka sia-sia lah janji reformasi 1998..

Nah, bukan saya merasa paling suci, tetapi sebagai sesama generasi muda, mari kita melakukan perubahan yang diawali dari diri masing-masing. Caranya semudah itu, cukup melakukan hal yang benar, mulai dari diri sendiri.. mulai dari hal kecil.. dan mulai dari sekarang.. Sederhana, namun sulit dilakukan?




Referensi:

ACFE, Report to the Nation 2016

Theodorus M. Tuanakotta, Akuntansi Forensik & Audit Investigatif


Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)

Tidak ada komentar: