Jumat, 17 Maret 2017

Tugas 1 Soft Skill, Akuntansi Internasional


Judul Penelitian:
An Empirical Analysis of Inflationary Impacts on Profitability
and Value of Selected Manufacturing Firms in Nigeria

Nama Peneliti:
1. Nnado Ifeanyi (Department of Accountancy, Enugu State University of Science and Technology, Enugu, Nigeria)
2. Ugwu Chukwuma (Department of Accountancy, Federal University, Wukari, Taraba State, Nigeria)

Research Journal of Finance and Accounting 
www.iiste.org
ISSN 2222-1697 (Paper) ISSN 2222-2847 (Online)
Vol.7, No.12, 2016

ABSTRAKSI

Penelitian ini menelaah tentang hubungan antara inflasi dan kinerja perusahaan sektor manufaktur di negara berkembang, Nigeria. Penelitian ini juga menelaah tentang hubungan antara inflasi dengan tingkat profitabilitas perusahaan yang dapat dilihat dari Return On Asset nilai tambah ekonomi yang tercipta. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari sampel-sampel laporan keuangan perusahaan yang telah di audit. Penelitian ini dianalisis menggunakan metode regresi berganda dan analisis varians (ANOVA). Hasil penelitian ini mengindikasikan adanya hubungan negatif yang kuat antara inflasi dan kinerja perusahaan, serta hubungan negatif yang rendah antara inflasi dengan Return On Asset yang mewakili tingkat keuntungan perusahaan. Lebih jauh lagi, didapat hubungan antara Return On Asset dengan nilai tambah ekonomi yang tidak signifikan. Inflasi, bahkan dalam tingkat yang rendah, dapat menurunkan nilai dan kinerja perusahaan. Penelitian ini juga menyoroti fakta bahwa kegagalan bisnis lebih banyak disebabkan oleh investasi pada pembelian aset tetap yang tidak tepat, hal ini dapat terdeteksi dengan mudah oleh tingkat inflasi pada biaya yang diinvestasikan untuk memperoleh aset tersebut. Oleh karena itu, pihak manajemen sebuah perusahaan harus mampu meyikapi dengan bijak investasi yang dilakukan.

LATAR BELAKANG

Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap kinerja perusahaan, maka kita harus kembali ke awal abad 20 saat para akuntan di USA dan UK pertama kali mengamati dan membahas tentang pengaruh inflasi terhadap kinerja keuangan perusahaan. Kemudian, mereka memperkenalkan Teori Indeks Angka dan gagasan tentang kemampuan daya beli. Lebih jauh lagi, saat terjadi resesi besar (The Great Depression) pada tahun 1930-an banyak negara yang mengadopsi prinsip akuntansi inflasi pada laporan keuangan untuk merefleksikan angka-angka yang terdistorsi (berubah). Menurut Konchitchki (2011), inflasi adalah kenaikan harga atau ketidakseimbangan yang mengekspresikan usaha untuk menjaga kemampuan daya beli atas kenaikan harga yang terjadi, kenaikan harga tersebut akan berpengaruh terhadap biaya, pendapatan, aset, dan kewajiban perusahaan.

Dalam memandang biaya dan pendapatan, Spyrou (2004) menegaskan bahwa biaya dan pendapatan yang naik akan mempengaruhi tingkat keuntungan, kenaikan-kenaikan ini secara otomatis juga akan menaikan hal-hal lainnya, seperti modal perusahaan dan permintaan akan naiknya tingkat upah para pegawai. Sedangkan, dalam hal nilai aset perusahaan dan kewajiban, perusahaan akan kehilangan kreditur dan meningkatnya debitur di sektor riil. Dari sisi aset tetap seperti tanah dan bangunan, secara moneter nilainya akan meningkat, meskipun kondisi nyata fisiknya tidak berubah. Hal ini terjadi, karena kenaikan harga diikuti oleh penurunan nilai uang (vallue of money). Demikian pula, Mclntyre (1982) dan Warr (2005) yang menyatakan bahwa laporan keuangan disusun berdasarkan kejadian di masa lalu yang mencerminkan keadaan perusahaan. Informasi akuntansi ini bermanfaat bagi pihak manajemen, shareholders, creditors, analis keuangan dan masyarakat agar memperoleh gambaran yang tepat untuk mendukung dalam pengambilan keputusan.

Selain itu, ketiadaan standar lokal yang relevan di Nigeria terhadap inflasi dan perubahan harga membuat Nigeria mengadposi standar-standar yang berlaku secara Internasional. Meski demikian, studi yang dilakukan berdasarkan perusahaan-perusahaan multinasional di Nigeria. Penelitian ini sangat penting, karena menekankan pada pembahasan makro-ekonomi pada inflasi. Selain itu, penelitian ini juga menekankan pada dampak inflasi dari sisi mikro-ekonomi.

RUMUSAN MASALAH

Warr (2005) mengamati nilai tambah ekonomi dihitung menggunakan informasi yang didapat dari biaya historis berkaitan dengan inflasi yang dapat mengubah informasi dan kriteria pengukurannya. Perubahan nilai tambah ekonomi tersebut, dapat dilihat dari 3 faktor, yaitu the operating profit, the cost of capital (WACC), dan capital base. Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan investasi yang tidak efisien. Sebelumnya, Berliner (1993) menyatakan bahwa prinsip biaya historis, yang digunakan pada akuntansi tradisional, tidak memadai dalam mengukur kenaikan-kenaikan harga. Masalah yang terjadi pada metode ini adalah harga jualyang digunakan merupakan harga yang diperoleh untuk memperoleh aset pertama kali, sehingga tidak mencerminkan nilai saat ini.

Beberapa hal dapat menjelaskan tentang pengaruh negatif dari inflasi terhadap kinerja perusahaan, yaitu peningkatan inflasi menyebabkan penurunan tingkat pendapatan di masa depan dan berkolerasi positif dengan resiko aversi dan tingkat potongan harga. Penelitian ini juga ingin mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh inflasi yang dilihat dari indeks harga konsumen (IHK) terhadap Return On Asset dan kinerja perusahaan-perusahaan di Nigeria.

OBJEK PENELITIAN

Penelitian ini berfokus pada dampak dari inflasi terhadap kinerja perusahaan, terutama untuk:
1. Menguji hubungan antara inflasi dan kinerja perusahaan manufaktur di Nigeria.
2. Menguji hubungan antara inflasi dan tingkat profitabilitas perusahaan manufaktur di Nigeria.
3. Menguji jika kenaikan tingkat keuntungan pada masa inflasi di banyak perusahaan manufaktur Nigeria berkontribusi pada real economic value added (real EVA).

PERTIMBANGAN KONSEPTUAL

Dalam ilmu ekonomi, uang digunakan sebagai media pertukaran dan alat ukur terhadap barang atau jasa. Jumlah barang atau jasa yang dapat diperoleh dalam proses pertukaran mencerminkan daya beli uang. Kenaikan harga dari barang atau jasa disebut inflasi, yang menurunkan kemampuan daya beli suatu nilai mata uang (Muthama, Mbaluka & Kalunda, 2013). Hal ini menandakan kenaikan harga-harga di level konsumen, dan menurunnya daya beli suatu mata uang, jadi inflasi menyebabkan harga-harga menjadi lebih mahal. HelmKamp, Imdieke, dan Smith (1986) serta Khan dan Jain (2004) menyatakan bahwa tingkat harga umum adalah rata-rata harga dari suatu barang dan jasa. Harga dapat berubah baik hanya untuk spesifik barang/jasa tertentu, atau keseluruhan barang/jasa.

Akuntansi inflasi terbagi menjadi dua prinsip. Pertama, IFRS (2004) menjelaskan ini adalah prosedur pelaporan keuangan yang kompleks untuk mencatat inflasi berdasarkan kebenaran yang mengacu pada pernyataan akuntansi yang tetap. Pernyataan ini digunakan oleh perusahaan dalam pelaporan keuangan pada akhir tahun. Tidak hanya mencatat dan mengamati permasalahan inflasi yang terjadi, akuntansi inflasi menawarkan sesuatu yang lebih luas lagi untuk memecahkan permasalahan-permasalahan tersebut, seperti inflasi merayap (creeping inflation), inflasi berjalan (walking inflation), inflasi cepat (running inflation), dan inflasi tinggi (hyperinflation).

STUDI EMPIRIS

Ochieng dan Kinyua (2013) melakukan investigasi antara hubungan inflasi dengan deviden yang harus dibayar oleh perusahaan. Mereka juga menghitung hubungan antara nilai tukar, suku bunga obligasi jangka pendek, dan deviden yang dibayarkan. Hasil studi menunjukan bahwa inflasi tidak memberikan dapak signifikan terhadap deviden yang harus dibayarkan.

Umaru dan Zubairu (2012) menelaah pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi Nigeria dengan menggunakan time series data dari Central Bank of Nigeria (CBN) periode 1970-2010. Hasil studi menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara inflasi dan GDP.

Konchitchki (2011) menelaah antara inflasi dan laporan keuangan dengan kinerja perusahaan dan harga saham. Ia menggunakan teknik analisis untuk mengobservasi unit moneter pada akuntansi keuangan melalui ketabilan mata uang termasuk selama periode inflasi rendah (low inflation) atau deflasi. Ia meyimpulkan bahwa meskipun inflasi tidak berdampak secara nominal pada laporan keuangan, tetapi inflasi tetap menghasilkan konsekuensi secara ekonomi. Lebih jauh lagi, ia berpendapat bahwa inflasi dapat digunakan untuk memprediksi keuntungan atau kerugian arus kas di masa depan. Ia juga menemukan pengembalian (returns) yang abnormal dari strategi trading yang memanfaatkan inflasi. Informasi tambahan yang sangat berharga untuk mencermati dampak inflasi adalah dengan membedakan antara unit moneter dan non-moneter. Jadi, meskipun inflasi tidak dicatat secara langsung pada laporan keuangan perusahaan, tetapi inflasi memiliki konsekuensi secara ekonomi, walaupun inflasi yang terjadi sangat rendah.

Jubaedah dan AbdulRazak (2016) juga meneliti tentang struktur dan faktor makro-ekonomi global pada laporan keuangan perusahaan terhadap variabel-variabel independen (laporan keuangan, struktur modal, inflasi, dan nilai tukar). Penelitian menggunakan analisis regresi dengan data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia, yaitu laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang telah diaudit.

LANDASAN TEORI

Merujuk pada teori klasik Adam Smith, Gokal dan Hanif (2004) berpendapat bahwa tingkat pertumbuhan semakin kuat dengan sendirinya seiring dengan laju pendapatan yang terus meningkat. Dia juga berpendapat bahwa simpanan (saving) diperlukan sebagai sarana investasi untuk menjaga tingkat pertumbuhan. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa distribusi pendapatan sebagai salah satu faktor terpenting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi suatu negara. Lalu, dia juga mengemukakan bahwa keuntungan yang menurun bukan disebabkan oleh tingkat produktivitas yang rendah, tetapi karena persaingan memperebutkan pasar tenaga kerja, sehingga upah menjadi tinggi (cost-push inflation). Teori selanjutnya adalah teori peredaran uang yang identik dengan hubungan antara pendapatan nasional yang dihasilkan dengan jumlah uang beredar. Berdasarkan teori ini, terdapat hubungan positif antara tingkat harga dengan penawaran terhadap uang. Saat jumlah uang yang beredar meningkat, maka tingkat harga-harga pun ikut meningkat. Jadi, menurut teori ini inflasi terjadi akibat dari bertambahnya jumlah uang beredar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sementara produktifitas tetap, sehingga terjadilah kenaikan harga-harga.

Sedangkan berlawanan dengan teori Adam Smith, teori Keynesian menyatakan bahwa kenaikan harga secara umum atau inflasi disebabkan oleh meningkatnya permintaan di pasar yang melebihi penawaran (ketersediaan barang) yang tersedia. Kondisi full employement dalam ekonomi terjadi apabila kenaikan pengeluaran pemerintah (G), kenaikan tingkat konsumsi (C), dan kenaikan tingkat investasi (I) menyebabkan peningkatan pada tingkat permintaan di pasar, sehingga terjadi inflasi (demand-push inflation). Sementara itu, teori moneter menyatakan bahwa peningkatan jumlah uang beredar yang disebabkan meningkatnya produktivitas dan tingkat tenaga kerja orang akan menyebabkan inflasi terjadi di dalam ekonomi. Para ahli moneter percaya bahwa kenaikan jumlah uang beredar akan berdampak pada kenaikan produktivitas dan tingkat tenaga kerja dalam jangka pendek, tetapi bukan dalam jangka panjang. Jadi, terjadi hubungan positif antara jumlah uang beredar dan inflasi.

Sebaliknya, secara struktur ekonom, inflasi terjadi akibat inelastisitas pada struktur ekonomi sebuah negara. Teori ini banyak terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Nigeria. Teori ini terjadi terutama pada negara-negara berkembang di Amerika Latin, bahwa tingkat inflasi disebakan oleh inelastisitas yang meliputi: kapasitas produksi, tingkat permodalan, kerangka institusi (regulasi), inelastisitas di sektor pertanian, dan inelastisitas pada tingkat tenaga kerja. Merujuk pada teori tersebut, maka penelitian ini akan lebih tepat apabila menggunakan independen variabel untuk memastikan kondisi kinerja dan tingkat profit perusahaan. Salah satu hal terpenting untuk melihat tingkat profitabilitas pada perusahaan adalah dengan melihat tingkat keuntungan bersih sebenarnya (real net worth). Perusahaan-perusahaan besar banyak menginvestasikan dana mereka pada aset tetap merujuk pada kepastian tingkat pengembalian dan resiko yang rendah. Hal sebagai upaya perusahaan untuk melawan dari dampak inflasi, karena salah satu cara melawan inflasi adalah dengan melakukan investasi. Merujuk pada hal tersebut, banyak kegagalan bisnis terjadi pada perusahaan karena manajemen yang keliru dalam berinvestasi pada aset tetap, terutama terjadi pada perusahaan yang berada di negara berkembang yang tingkat infrasturkturnya masih kurang baik. Lebih jauh lagi, inelastisitas pada struktur ekonomi negara-negara berkembang seperti Nigeria adalah karena birokrasi yang rumit dan permasalahan lainnya, seperti tingkat pengangguran, produktivitas, institusi (infrastruktur non-fisik), dan infrastruktur fisik.

METODOLOGI

Sebagai objek, penelitian menggunakan kuantitatif panel untuk menganalisa data yang berasal dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Nigeria (Nigerian Stock Exchange). Data penelitian selanjutnya berasal dari rentang waktu 12 tahun, yaitu 2003 sampai 2014 yang telah diobservasi sebanyak 439 kali. Nilai Tambah Ekonomi (Economic Value Added) yang selaras dengan inflasi berasal dari sampel 38 perusahaan manufaktur dengan rentang waktu yang sama. Nilai perusahaan dihitung dari pendiskontoan nilai sekarang dari arus kas di masa depan terhadap resiko.

KESIMPULAN

Secara empiris, penelitian ini ingin memastikan pengaruh inflasi terhadap nilai/kinerja perusahaan dan profitabilitas perusahaan. Hasilnya terdapat hubungan negatif antara inflasi dengan kinerja perusahaan, serta hubungan yang tidak signifikan antara inflasi, nilai tambah ekonomi, dan tingkat profitabilitas. Perusahaan harus berinvestasi, terutama membeli aset tetap sebagai aset perusahaan sebagai upaya untuk menghadapi dampak inflasi. Positif inflasi (inflasi merayap dan inflasi berjalan) dapat berdampak terhadap kelanjutan dan pertumbuhan perusahaan. Oleh karena itu, untuk mengelola aset secara efektif dan efisien dibutuhkan keterampilan teknik akuntansi inflasi, seperti revaluasi aset, akuntansi daya beli terkini, dan/atau akuntansi biaya terkini. Lebih jauh lagi, inflasi berdampak pada kinerja keuangan perusahaan, sehingga dibutuhkan penyesuaian terhadap nilai aset-aset perusahaan agar tidak dicatat kurang dari nilai wajarnya atau melebihi nilai wajarnya.

Untuk menarik perhatian para investor, pihak manajemen perusahaan dapat menggunakan teknik revaluasi terhadap aset-aset perusahaan untuk menyesuaikan nilai wajarnya agar menunjukan kinerja perusahaan yang sesungguhnya. Perusahaan juga harus memformulasikan strategi yang lebih baik terhadap persediaan mereka sebagai kunci untuk mengurangi dampak dari inflasi, serta berunding dengan pihak perbankan dan institusi keuangan dalam hal pengelolaan pembelian modal untuk menstabilkan kemampuan operasional perusahaan. Inflasi telah melahirkan inovasi dan perkembangan di pasar keuangan, yaitu suku bunga yang fleksibel (mudah disesuaikan). Hal ini membuat para pemilik modal (investor) harus mampu membaca strategi dan kebijakan perusahaan, terutama dari segi kinerja keuangan perusahaan agar tepat dalam melakukan investasi.

REFERENSI